Fine Graphic

Blog yang memuat berbagai informasi unik dan menarik. Khususnya yang berhubungan dengan Design Graphic.

Headline News

Jumat, 05 April 2019

Menikah?


Manusia dewasa pada umumnya memutuskan untuk menikah. Lalu apa definisi menikah itu? Secara umum Menikah berarti berkumpul. Tentu dengan arti yang luas. Hidup bersama yang dilandasi dalam satu ikatan resmi. Baik secara Agama atau Negara. Serta memiliki aturan-aturan tertentu yang merujuk pada hukum agama dan hukum negara.

Sebenarnya penulis belum menikah, dan akan segera menikah. Hehe... Doakan saja semoga terlaksana dengan baik dan benar. Amin.

Kenapa membahasa tentang pernikahan? Iya, karena penulis sedang dihadapan pada usia yang lebih dari cukup untuk menikah, sehingga tidak sedikit, sahabat, kerabat yang menanyakan tentang hal itu. Kapan menikah? Kenapa belum menikah? Dan lain-lain.

Tentu itu menjadi daya tarik penulis untuk mencoba menerangkan dengan ringkas tentang pernikahan itu.
Jika dilihat dari segi kebaikannya, menikah di usia yang cukup adalah dianjurkan, namun tidak diwajibkan. Karena hukum menikah itu tergantung kontekstualnya, bisa berbentuk wajib, sunah, makruh, bahkan haram. 

Untuk kali ini penulis mencoba untuk melihat dari hukum mengapa nikah itu menjadi sunah.
Penulis sekarang berusia 29 tahun, dan telah bekerja. Terakhir sekali memiliki status tidak jomblo (sebenarnya bukan istilah yang favorit) itu sekitar 1 tahun  lalu. Telah memiliki rencana menikah, namun masih terkendala oleh beberapa hal yang memang harus diselesaikan terlebih dahulu. Maaf bukan berarti masalah finansial, karena opini itu sangat sensitif. Sekali lagi bukan soal finansial.

Sedih juga memang, dan itu hal yang normal ketika kita ingin menikah namun masih belum sesuai ekspektasi.
Dari situ penulis mencoba untuk mempelajari, apakah kejadian ini hanya menimpah diriku sendiri, atau juga pernah dialami orang lain? Lalu bagaimana responnya?

Sebagai manusia yang memiliki kemampuan berfikir lebih, tentu tidak hanya berlarut dalam drama. Secukupnya saja. Mencoba untuk mengisi hari-hari dengan kegiatan yang diminati, seperti Design Grafis, Berenang. Ada juga keinginan untuk aktif di Kaderisasi Pemerintahan Desa, Spesialis Industri Kreatif. Heheh.... Tapi karena kerja seharian pulangnya 17.30 Wib, sedikit menghalangi. Selain itu sempat juga membuat klub belajar untuk beberapa siswa SD dan SMP di rumah, yang dilakukan sekitar jam 8 malam setiap Senin sampai Sabtu.

Waktu berlalu, tidak terasa satu tahun sudah dilewati. Dan masih belum menikah juga. Heheh....
Terus apa rencana selanjutnya? Baiklah... Kembali ke topik, soal pernikahan. Kita terlahir, bertumbuh dalam sebuah lingkungan yang tentu memberikan sumbangan dalam prilaku kita, baik positif bahkan negatif sekalipun. Ada banyak kejadian yang penulis amati tentang pernikahan. Sayangnya sampai-sampai harus bercerai. Tentu dengan kasus yang berbeda-beda. Ada juga yang menikah karena hal-hal yang tidak diinginkan sebelumnya.

Kebahagian dalam rumah tangga bisa digambarkan dari keakraban berkomunikasi, kesepahaman dalam hal-hal konsumable, dan saling memberi serta menjaga kepercayaan satu sama lain. Luas sekali ya kebahagian dalam rumah tangga itu. Hal tersebut merupakan hasil pengamatan dari penulis.

Nah... Bagaimana jika itu tidak terwujud? Ini yang menarik untuk diulas, ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Penyebab utamanya adalah tidak terwujudnya Aktualisasi diri dari masing-masing pasangan. Apa itu aktualisasi diri? Aktualisasi secara ringkas begini, sesuatu sebagai pemenuhan akan kebutuhan hidup manusia yang meliputi kebutuhan primer, sekunder, dan harga diri.

Aktualisasi diri adalah ketepatan seseorang di dalam menempatkan dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada di dalam dirinya.
Aktualisasi diri merupakan istilah yang telah digunakan dalam berbagai
teori psikologi.
Ahli jiwa Abraham Maslow, dalam bukunya Hierarchy of Needs menggunakan
istilah aktualisasi diri (self actualization) sebagai kebutuhan dan
pencapaian tertinggi seorang manusia. Maslow menemukan bahwa tanpa
memandang suku asal-usul seseorang, setiap manusia mengalami tahap-tahap
peningkatan kebutuhan atau pencapaian dalam kehidupannya masing-masing.
Kebutuhan tersebut meliputi:
Kebutuhan fisiologis (physiological), meliputi kebutuhan pangan, pakaian, dan tempat tinggal maupun kebutuhan biologis. Kebutuhan keamanan dan keselamatan (safety), meliputi kebutuhan keamanan kerja, kemerdekaan dari rasa takut ataupun tekanan, keamanan dari kejadian atau lingkungan yang mengancam. Kebutuhan rasa memiliki sosial dan kasih sayang (social), meliputi kebutuhan terhadap persahabatan, berkeluarga, berkelompok, dan interaksi. Kebutuhan terhadap penghargaan (esteem), meliputi kebutuhan harga diri, status, martabat, kehormatan, dan penghargaan dari pihak lain. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization), meliputi kebutuhan memenuhi keberadaan diri (self fulfillment) dengan memaksimumkan penggunaaan kemampuan dan potensi diri.

Jadi kenapa orang yang ekonominya cukup baik masih saja rumah tangganya tidak harmonis. Karena tidak terpenuhinya aktualisasi diri.
Untuk bisa memenuhi hal tersebut dibutuhkan pengetahuan yang baik. Fisik yang mumpuni. Dan moralitas yang tangguh. Moral hanya dapat diwujudkan jika kita cukup baik dalam Ilmu Agama.
Dari beberapa ulasan di atas, itu kenapa jika ingin menikah, lebih baik persiapkan dengan matang dan kokoh. Agar tidak terkesan buru-buru karena tekanan sosial masyarakat. Kita perlu memiliki prinsip. Supaya tidak mudah dikendalikan orang-orang yang sebenarnya tidak memiliki niat baik dengan kita. Salah satunya adalah munculnya pertanyaan kapan menikah, tinggal dimana setelah menikah, sudah hamil belum, suaminya kerja apa, istrinya kerja tidak, suaminya pegawai tetap tidak, gajinya berapa, dsb.

Perlu belajar dan berproses untuk memiliki prinsip-prinsip hidup tadi. Dan tentu perlu waktu juga, pengalaman tentu tidak ketinggalan.
Terkadang kita dengan mudah untuk membantah pertanyaan-pertanyaan yang menurutku tidak berdasarkan ketulusan, namun kita masih mampu menahan diri, dan mencoba untuk tidak mematahkan pertanyaan di atas tadi. Namun jika itu kita lakukan, bagaimana dengan perasaan mereka? Bisa tersinggung, dan mengakibatkan tidak enak hati, serta memicu renggangnya silaturahim.
Jika ingin menikah harus siap mental, karena itu juga yang utama. Jika belum, resiko tanggung sendiri lah.

Kamu sudah siapa mental, silahkan menikah. Itu lebih baik. Agar menghindari hal-hal buruk yang berarti, setelah menjalani hari-hari selanjutnya.
Lalu bagaimana dengan yang belum siap mental dan usia sudah cukup matang?
Menurutku, pada usia 30an adalah usia yang cukup aman dalam hal mental dan kedewasaan. Dan memang sifatnya urgent untuk segera menikah.

Dan satu pertanyaan lagi, kenapa ada juga orang yang usia lanjut pun bisa bercerai? Jawaban ada di penjelasan Aktualisasi Diri. Jika aktualisasi terwujud, maka keharmonisan bisa terwujud juga.

Kesimpulan :

1. Menikah itu baik jika komponenya juga baik.
2. Menikah harus memiliki mental yang baik, untuk menghindari hal-hal buruk dihari-hari setelahnya.
3. Usia 30-an adalah usia yang ideal dalam kematangan mental seseorang.
4. Jika merasa mentalnya cukup baik, menikah muda jauh lebih baik.
5. Aktualisasi diri kunci dasar keharmonisan rumah tangga.
6. Jangan lupa, ada Tuhan yang bisa bantu kita dalam segala hal yang baik.
7. Jangan lupa juga beri komentar.. Heheh.

Demikianlah ulasan singkat ini mengenai kenapa harus memiliki mental yang baik dan matang sebelum memutuskan untuk menikah. Semoga bermanfaat, dan dengan senang hati jika ingin diskusi lebih dalam lagi. 

Terimakasih.


Salam,
Anggun Muharrom