Ciye.. Yang bentar lagi gajian! Biasanya akan muncul dibenak, gajian bulan ini akan digunakan apa saja ya? Apakah itu untuk membayar cicilan, pembiayaan kebutuhan pokok, service kendaraan, biaya sosialisasi, jalan-jalan, atau bagi yg berhemat akan lebih mengawasi pengeluaran untuk bulan ini.
Apapun bentuk pengeluaran itu haruslah di kendalikan dengan baik, supaya tidak merugi di akhir bulan berikutnya. Banyak sekali kita melihat kasus yang berhubungan dengan masalah ekononi bulanan. Dimana ketika dana sudah masuk, tidak berapa lama kemudian langsung menyusut drastis. Yang paling menjadi masalah adalah hutang piutang.
Maaf ya, ini tidak mengartikan bahwa penulis suka ngutang ya. Hehe... Tapi ini dibahas dari aspek yg paling mempengaruhi permasalahan ekonomi bulanan.
Ok, kita lanjutkan! Jadi masalah hutang akan kita bahas. Hutang menurut Wikipedia adalah sesuatu pinjaman. Seseorang yang memunjam disebut debitur & yang memberikan hutang disebut kreditur. Ada banyak penyebab mengapa hutang bisa terjadi, kita akan melihat dari segi masyarakat umum.
Seseorang berhutang karena pendapatan lebih besar dari pengeluaran. Mengapa bisa begitu, kita harus tahu dulu berapa pendapatan yang kita hasilkan. Lalu apa-apa saja kebutuhan yg bisa dipenuhi dari penghasilan tadi.
Pemerintah telah melakukan perhitungan Upah Minimal, berdasarkan kebutuhan pokok maupun tambahan. Apa itu kebutuhan pokok? Itu akan dibahas dilain kesempatan.
Sehingga dari perhitungan tersebut, kita sebaiknya bisa merencanakan & mencari tahu dari awal apa saja faktor yang mempengaruhi pengeluaran. Seperti biaya pangan sehari2, biaya transportasi, biaya komunikasi, biaya sosialisasi, biaya cicilan, dsb.
Jadi ada pendapat mengenai itu, bagaimana kita membagi penghasilan tersebut agar tidak merugi. Apa saja?
Prinsip pembagian 50-30-10-10.
1. Alokasi 50% pendapatan untuk pos biaya pokok/biaya hidup
Semisal Anda adalah seorang pria berkeluarga dengan satu orang anak dan berpenghasilan tetap per bulan sebesar Rp 4.000.000. Maka porsi biaya kebutuhan pokok maksimum yang bisa Anda anggarkan adalah sebesar 50% dari gaji, atau sebesar Rp 2.000.000
Sebagai ilustrasi berikut asumsi pengeluarannya:
Biaya makan per orang @Rp15.000 untuk 3x makan per hari adalah Rp45.000 lalu ada juga biaya belanja bulanan (sabun, gula, kopi, minyak, dll), biaya transportasi (bensin motor @Rp10.000/hari), biaya listrik dan air.
Pengaturannya pengeluaran per bulannya sebagai berikut:
Biaya makan : Rp1.350.000Biaya belanja bulanan : Rp200.000Transportasi : Rp300.000Biaya listrik & air : Rp150.000
Berusahalah untuk menepati jumlah tersebut, siasati kekurangannya dengan melakukan improvisasi dan penghematan di beberapa pos yang kurang krusial. Atau bisa juga Anda mencari pemasukan tambahan, seperti misalnya bekerja lembur, melakukan bisnis tambahan, atau bekerja paruh waktu/freelance.
2. Alokasi 30% pendapatan untuk pos tagihan/utang
Bersyukurlah jika Anda tidak memiliki beban utang. Namun jika ada, atau berencana untuk berutang, lakukanlah hanya untuk aktivitas yang sifatnya produktif atau memang benar-benar dibutuhkan. Pastikan juga bahwa total cicilan tersebut tidak melebihi anggaran 30% yang Anda tetapkan. Sebagai contoh, alokasi utang sebesar 30% dari gaji Rp 4.000.000 adalah Rp 1.200.000.
Dana tersebut bisa dialokasikan untuk:
Premi asuransi : Rp 153.000,00 (asumsi BPJS kelas 2 untuk 3 orang @Rp 51.000,00)Cicilan rumah : Rp 1.000.000,00 (asumsi KPR 15 tahun)
Jika ada sisa, Anda bisa memasukkannya ke pos lain, atau menggunakannya untuk keperluan lain.
3. Alokasi 10% pendapatan untuk dana investasi/tabungan
Tabungan atau investasi umumnya jarang mendapatkan prioritas dalam pengaturan keuangan rumah tangga. Saving biasanya dilakukan hanya jika ada sisa uang di akhir bulan, dan hal tersebut biasanya jarang terjadi.
Ubahlah cara berpikir yang demikian dan berikanlah porsi khusus untuk masa depan Anda. Barangkali Rp 400.000 terdengar sedikit, namun jika Anda disiplin mengumpulkannya, dalam 2-3 tahun ke depan jumlahnya akan menjadi besar dan Anda bisa memanfaatkannya untuk hal yang berguna, seperti modal usaha, deposito, uang masuk sekolah anak, atau bahkan uang muka kendaraan baru.
4. Alokasi 10% pendapatan untuk dana sosial/darurat
Satu hal lagi yang kerap diabaikan dalam mengelola keuangan rumah tangga adalah alokasi dana sosial/darurat, padahal pos ini sangat penting keberadaannya. Berbagai risiko mungkin terjadi pada Anda atau mungkin keluarga dekat Anda.
Jika sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, dana darurat tentunya bisa mengurangi kepanikan dan meringankan beban Anda di masa-masa sulit.
Untuk bisa merealisasikan pengaturan keuangan 50-30-10-10 ini, Anda membutuhkan komitmen yang kuat, disiplin, dan kesabaran dalam menjalankannya.
Namun demikian, jangan juga terlalu kaku dan memaksakan diri. Bagaimana pun Anda harus menyesuaikan dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Yakinlah bahwa selalu ada buah yang manis atas segala pengorbanan dan kesabaran.
Lebih kurang seperti itulah cara agar kita tidak cenderung rugi di akhir bulan nanti, berhemat lah dengan hal-hal yang tidak dibutuhkan. Untuk yang sudah terlanjur bermasalah, mintalah bantuan kepada keluarga untuk menalanginya, dengan catatan agar tidak mengulang permasalahan yang sama di masa datang.
Semoga bermanfaat.
Sumber : blog.ngaturduit.com